Rabu, 11 Februari 2009

Masalah Pelajaran TIK

Kurikulum tentang mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sudah hampir 10 tahun diberlakukan oleh pemerintah. Bahkan standar isi sudah diadakan 2 kali perubahan dari KBK ke KTSP. Tetapi standar sarana dan tenaga pengajarnya belum pernah disentuh.



Ada kesan bahwa kurikulum pendidikan di negara kita bermuatan proyek. Sehingga semua kebijakan tentang perubahan kurikulum akan cepat jika arahnya untuk kepentingan kalangan atas atau penentu kebijakan. Kita ambil contoh sudah beberapa kali diadakan sosialisasi tentang kurikulum tersebut, tetapi apakah sudah pernah ada niat dari pemerintah untuk melengkapi sarana penunjangnya, seperti pengadaan Laboratorium Komputer, pengadaa Hardware Komputer dan beberapa sarana lainnya. Pengadaan seperti ini kan dananya lebih banyak yang langsung ke lapangan dari pada yang masuk kantong, sehingga kurang di perhatikan.

Tetapi kenyataan lain juga kami temukan berbeda. Kita ambil contoh sekolah di Makassar yang fasilitasnya sudah lengkap bahkan komputernya sudah melebihi dari cukup sebelum mata pelajaran TIK dijadikan pelajaran wajib, tetapi bantuannya cukup besar. Pernah ada teman (guru salah satu SMA di makassar) bercanda mereka bingung mau diapakan uang tersebut. Karena mereka mendapatkan bantuan untuk memperbaiki sarana IT sekolah tetapi sudah lengkap semua, coba dibayangkan jangankan Lab Komputernya, meja setiap guru saja sudah dilengkapi oleh pihak sekolah satu unit PC.

Saya membandingkan dengan sekolah saya di SMA negeri 1 Sinjai Barat yang berlokasi jauh dari pusat kota tanpa saluran telepon dan aliran listrik seadanya. Dalam pembelajaran komputer digunakan Lab Fisika sehingga kalau jam bersamaan dan semuanya mau praktikum harus ada yang korban. Jumlah unit komputer yang digunakan sangat terbatas (hanya 6 unit) dengan 40 siswa, itupun processor pentium 3.

Kendala lain adalah rendahnya tegangan listrik yang masuk ke lokasi sekolah. Sudah beberapa kali dikonfirmasikan dengan pihak PLN setempat tapi alasannya pihak ranting Sinjai belum merespon. Padahal Kecamatan Sinjai Barat akan menjadi pensupley sumber energi listrik untuk beberapa tahun ke depan. Karena sementara telah dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang berlokasi di belakang SMA Negeri 1 Sinjai Barat. PLTA tersebut memanfaatkan sumber energi dari sungai Tangka. Mudah-mudahan pembangunannya berjalan lancar dan dapat dimanfaatkan dengan cepat, sehingga masalah rendahnya tegangan di lokasi SMA khususnya dalam kampus dapat teratasi secepatnya.

Selama ini kami sebagai pembimbing siswa dalam melakukan pembelajaran komputer terkadang kesal juga. Soalnya aliran listrik yang ada terkadang tegangannya rata-rata 170 volt.
Sehingga energi listrik yang disupley ke komputer tidak mampu untuk menjalankan komputer, atau terkadang hanya mampu menjalankan 2 unit komputer saja.

Sertifikasi Guru

Antara Profesionalisme vs Fortofolio
Menjadi polemik juga adanya Undang-undang Guru dan Dosen yang telah diberlakukan oleh pemerintah sejak 2 tahun. Karena sudah masuk tahun ketiga tapi manajemen pelaksanaan undang-undang tersebut masih simpan siur. Belum lagi terlambatnya dibayarkan tunjangan, sampai adanya beberapa aturan yang begitu meresahkan dari pihak guru tentang jumlah jam mengajar. Sebagian berpendapat bahwa guru yang lulus sertifikasi harus mengajar 24 jam tatap muka di kelas. Ada juga berpendapat bahwa yang dimaksud 24 jam adalah beban kerja selama satu minggu termasuk membuat perangkat pembelajaran dll.

Saya kembali menyoroti tentang profesionalisme guru dengan lulusnya mereka dalam sertifikasi guru. Pertanyaan besar, apakah betul mereka telah mengalami perubahan dengan lulusnya sertikasi tersebut. Jangan sampai mereka lulus karena jumlah poin yang mereka kumpulkan lewat fortofolio, dalam hal ini rajin mengikuti seminar, dsb.

Blogroll

 

All Physics

Portal Ilmiah

Links

Patner's Link

Blog Wija Tho Bone Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template